Laman

Rabu, 24 Oktober 2012

Puisi


PUKUL TIGA MALAM

Pukul tiga malam!
Di saat manusia lainnya lelap dalam tidurnya,
Di saat manusia lainnya berada dalam puncak mimpi indahnya.
Kami telah siap!
Melawan dinginnya malam,
Melawan rasa kantuk yang terus menggoda.

Pikul tiga malam!
Kami telah berpakaian lengkap
Siap untuk mencari pundi-pundi emas yang bertebaran
Yang ditebarkan malalui tangan malaikat-Nya.

Pukul tiga malam !
Kami melewati jalan,
Jalan yang masih sunyi akan suara-suara manusia yang melintas,
Hanya suara kontainer-kontainer besar yang membuat rasa kantuk pergi.
Menuju tempat pundi emas itu ditebar,
Berharap akan mendapat lebih dari hari kemarin,
Berharap akan banyaknya tangan manusia lain,
Tangan manusia yang menjadi jembatan,
Jembatan yang dilalui pundi-pundi emas itu untuk sampai ke tangan kami.

Ya, pukul tiga malam!
Kami yang berprofesi sebagai pedagang,
Kami yang berprofesi sebagai penyedia lauk-pauk,
Dan, kami yang berkewajiban menyediakan kebutuhan manusia lainnya,
Telah siap mengatur dan menawarkan dagangan kami.



SAKIT INI

Aku hanya seorang wanita
Yang juga dapat merasakan sakit.
Aku hanya seorang wanita
Yang juga dapat rapuh pada kekecewaan.

Aku sakit karena rasa sayang ini!
Aku sakit karena sikap dinginmu!
Aku sakit!
Sakit!

Kenangan bersamamu sangat memesona saat itu,
Kenangan itu begitu indah,
Kenangan itu menjadi bagian dalam sejarah hidupku,
Tapi, kenangan itu begitu ingin kulupakan.

Meski Aku melakukan yang terbaik untukmu
Namun, Aku tak dapat menjadi yang terbaik bagimu.
Sakit ini menusuk dan menyayat hatiku
Kucoba merelakanmu pergi
Pergi dari hidupku!

Tuhan! Mengapa kau menitipkan rasa sayang ini kepadaku?
Jika hanya akan membuatku merasakan sakit ini. 

Rabu, 10 Oktober 2012

Apresiasi Puisi Indonesia

LILIN KECILKU

Lilin kecilku
Di tengah kegelapan
Kau memberiku sepercik cahya
Hingga segala hal di sekitarku
Nampak oleh cahyamu

Perlahan ketakutan ini mulai sirna
Karena cahyamu yang terus menemani
Dalam segala hal kau mendampingiku
Menunjukkanku jalan yang harus kutempuh

Namun, perlahan kau mulai meredup
meredup, meredup, dan terus meredup!
Kemudian menghilang
Hanya meninggalkan tanda
Tanda, bahwa pernah kau ada di sampingku. 

Sahabat, kau bagai lilin kecil
Kau telah hadir dalam hidupku
Walau hanya sejenak
Mencari jalan kau telah menuntunku
Dan menemukan arah hidupku.


AKU, KAU, DAN DIA

Ketika kau datang dalam hidupku
Aku tengah bersama seseorang

Ketika kau bertahan dalam posisimu
Aku pun mulai merasa terganggu

Kau terus bertahan untuk masuk dalam hidupku
Aku mulai merasa tidak nyaman
Hubunganku dengannya tetap ingin kupertahankan
Aku hanya ingin bersamanya

Namun,
Di tengah kebahagiaanku
Dia pergi tanpa kabar
Meninggalkanku dalam kesendirian

Di saat hubungan ini mulai hancur
Di saat dia meninggalkanku
Kau masih saja bertahan
Ya, bertahan dalam hidupku
Bertahan untuk menggantikannya


Analisis Puisi “Surat Cinta”

SURAT CINTA

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah,
Wahau, dik Narti
aku cinta padamu!

Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan di dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor,
serta menggetarkan bulu-bulunya.
Wahai, dik Narti, Kupinang kau menjadi istriku!

Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuh ujungnya di bumi.
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menembus ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan.
…………………………………
Engkau adalah putrid duyung
tawananku.
Putri duyung dengan
suara merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahkan bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.

Engkau adalah putri duyung
 tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah
dalam jaringku.
Wahai, putri duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu.

Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
karena langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
………………………………
                                                            (Empat Kumpulan Sajak, 1961)

            Puisi “surat cinta” termasuk dalam puisi yang beraliran romantisme karena puisi tersebut menguraikan tentang perasaan penyair dengan menggunakan kata-kata yang berlebihan. Puisi ini mengungkapkan perasaan penyair yang sedang jatuh cinta kepada seseorang. Penyair mengungkapkan isi hatinya, kemudian menyatakan lamarannya. Penyair mengandaikan wanita pujaannya sebagai putri duyung.
            Dalam puisi ini ada beberapa kata-kata yang berlebihan. Kata yang berlebihan ini guna menyampaikan perasaan penyair yang benar-benar sedang jatuh cinta.
            Bait pertama, terdapat kata bagai bunyi tambur mainan anak-anak peri dunia yang gaib yang mengandaikan hujan gerimis tersebut. terdapat kata angin mendesah yang bermakna bahwa terdapat hembusan angin ketika penyair menulis surat cinta ini. Bait kedua, terdapat kata langit menangis yang menandakan bahwa suasana sedang hujan. Bait ketiga, terdapat kata kaki-kaki hujan yang runcing yang bermakna rintik-rintik hujan yang sampai ke tanah, logam berat gemerlapan menembus ke muka yang mengandaikan besarnya cinta sang penyair.Bait keempat, putri duyung penyair mengandaikan wanita pujaannya sebagai putri duyung. Penyair menganggap wanita tersebut sebagai milikinya dengan kata tawananku.

Rabu, 03 Oktober 2012

Puisi

SAKSI BISU

Sinar sang surya memantulkan bayangku
Bayang yang senantiasa menemani
Menjadi teman dalam perjalanan
Seakan aku sedang bercermin
Melihat diriku yang  sedang mengarungi jalan ini

Langkahku  tak pernah terhenti
Meski lelah terus menghantui
Kulalui jalan ini hampir setiap hari
Hingga setiap penjuru serasa telah akrab

Jalan ini menjadi saksi bisu
Saksi bisu atas perjuanganku
Perjuangan menemukan ilmu baru
Ilmu baru ‘tuk menata kehidupanku

SANG NELAYAN

Saat Bulan telah menampakkan sinarnya
Malam telah menggantikan siang
Burung-burung terbang bebas melayang di angkasa
Melewati batas-batas waktu.

Saat angin berhembus
Mengirim perahu nelayan menuju lautan lepas
Tak lelah sang nelayan mengayuh perahunya
Demi mendapatkan buruannya.

Gelombang telah bermain
Beradu kekuatan bersama nelayan
Di bawah sinar bulan ikan-ikan mulai menari-nari
Seakan menantang sang nelayan segera menangkapnya.

Ditemani oleh dinginnya malam
Di tengah laut lepas nelayan menunggu
Dengan umpan di ujung kailnya
Berharap akan ada yang tertarik pada umpannya.

Tak disangka beberapa ikan pun tertarik
Memakan umpan dari nelayan
Sungguh bahagia sang nelayan
Mengucap syukur atas hasil dari usahanya.