I.
IDENTITAS NOVEL
Judul : ANAK SEJUTA BINTANG
Jenis
Novel : Fiksi Biografis
Penulis : Akmal Nasery Basral
Penerbit
:
Exposé
Cetakan
ke :
II (Dua)
Tahun
Terbit :
Februari 2012
Jumlah
Halaman : 405 halaman
No.
ISBN : 9786029907223
II.
IDENTITAS PENULIS
Akmal Nasery Basral
lahir di Jakarta, 28 April 1968 dari pasangan Basral Sutan Ma’ruf dan Asmaniar
yang berasal dari Minangkabau. Dari pernikahannya dengan Sylvia, Akmal dikaruniai
tiga orang putri: Jihan, Aurora, dan Ayla. Setelah menyelesaikan pendidikan
menengah atas di SMA Negeri 8 Jakarta, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan
Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Sebagai seorang sastrawan, Akmal
Nasery Basral telah menghasilkan beberapa karya sastra, di antaranya novel Imperia
(2005), Ada Seseorang di
Kepalaku yang Bukan Aku (kumpulan cerpen), Nagabonar Jadi 2, Sang
Pencerah (2010), Presiden Prawiranegara, Batas, dan Simfoni
Untuk Negeri: Twilite Orchestra dan Magenta Orchestra (non-fiksi). Untuk tahun
2012 selain novel Anak Sejuta Bintang, karay yang akan terbit adalah
novel sejarah Napoleon dari Tanah Rencong
dan novel Biografis tentang ulama-sastrawan Buya Hamka.
III.
SINOPSIS
Novel Anak Sejuta Bintang merupakan novel
tentang masa kecil Aburizal Bakrie. Ical (sapaan kecil Aburizal Bakrie)
merupakan anak sulung dari Ahmad Bakrie dan Roosniah. Saat Ical masih kecil, ia
dan keluarnya tinggal di Emma Laan, Jakarta Timur. Ical memiliki tiga adik
kandung yakni Odi, Nirwan, dan Indra. Ical juga tinggal bersama kerabatnya Hajja
Rafiah dan Tati.
Keluarga
Bakrie merupakan keluarga yang terbuka, hangat, dan demokratis. Segala hal
dalam keluarga tersebut dibicarakan dengan baik, membuat keluarga tersebut
terlihat begitu bahagia. Bakrie merupakan seorang pengusaha yang memiliki
prinsip bahwa pengusaha tidak boleh mendekat pada penguasa. Ia juga sangat
menghargai hubungan persahabatan, karena menurutnya selain keluarga, sahabat
juga mempunyai peran jika mendapat masalah. Keluarga Bakrie juga pernah
mengalami kebangkrutan di perusahaan Bakrie
& Brothers, namun mereka berhasil melewatinya dengan membangun kembali
dari nol.
Ical tumbuh
dalam lingkungan keluarga yang berkecukupan. Namun, hal itu tidak membuatnya
menjadi anak yang manja. Justru ia sering mengalami kekalahan dan pernah pula mengalami
penolakan. Kehadiran keluarganya yang selalu
mendengarkan cerita dan keluhannya serta memberi semangat menghadapi hidup ini
membuatnya menjadi pribadi yang kuat dan pantang menyerah.
Ical sangat menyukai Barongsai, kesenangannya pun bertambah
ketika diajak oleh ayahnya ke acara malam Cap Lak Meh di usianya sekitar tiga
tahun lebih.
Disaat Bakrie dan
Roosniah merancang untuk membeli vila dan rumah musibah menimpa keluarga tersebut.
Kebahagiaan meluap-luap yang dialami pasangan muda itu tak berlangsung lama.
Derita yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, seketika datang
menghampiri. Malaikat maut menjemput anak ketiga mereka yang diberi nama August
Alamsjah beberapa saat setelah anak tersebut lahir. Peristiwa itu menyebabkan
Bakrie dan Roosniah yang berumur 34 dan 24 tahun sangat terpukul. Semangat
Bakrie untuk bekerja di perusahaan berkurang.
Belum hilang luka
karena kepergian anak ketiganya, Ical dan Odi terserang penyakit Asma. Mereka
mengobati anak-anaknya dengan menyewa vila di Cipanas agar Ical dan Odi dapat
menghirup udara segar dan bebas dari polusi.
Pada awal November
1951, Roosniah kembali melahirkan seorang anak yang diberi nama Nirwan Dermawan
Bakrie. Di tahun yang sama Ical memasuki Taman Kanak-Kanak Perwari. Ical tidak
terlalu suka dengan pelajaran bernyanyi, ia lebih senang dengan pelajaran
berhitung.
Ical mendapat banyak
teman yang umumnya berasal dari keluarga yang memiliki hubungan politik kuat
dengan PSI (Partai Sosialis Indonesia) atau Masjumi (Majelis Sjuro Muslimin
Indonesia). Beberapa teman Ical antara lain Lingga Kusuma Karim (putra Direktur
BNI, Mr. Abdul Karim); Maher Algadrie (putra Hamid Algadrie, tokoh PSI, pendiri
Partai Arab-Indonesia); Adian Harahap (putra tunggal Borail Harahap, salah
seorang pelaku pemberontakan awak kapal Indonesia); Lukmanul Hakim (putra Hasan
Sutan Mudo, pernah menjadi Wakil Kepala Penjara Cipinang); Meutia, Gemala,
Halida (putri Wakil Presiden RI, Bung Hatta); Aisyah, Salvyah, dan Chalid
Prawiranegara (anak dari Mr. Sjafruddin Prawiranegara, pernah menjabat sebagai
Presiden De Javasche Bank, saat ini
Bank Indonesia); Imral ‘Al’ Chair (putra Dokter Ramli, saudara Mr. Abdul
Karim).
Teman Ical yang lain
adalah Damiyanti Roosseno, Dewi Arkowati, Hendarmo “Bibot” Hendarmin, Nuty Yulinda, Rohana Situmeang, Rudolf “Edo”
Sigarlaki, Yunanda “Upik” dan Zulkarnain “Ucok” Hazairin.
Tahun 1952, Ical masuk
Sekolah Rakyat Perwari. Di sekolah itu, hampir tiap tahun ajaran baru ada murid
baru. Selain mendapat teman baru Ical juga kehilangan dua temannya selama
bersekolah di SR Perwari. Lembu yang meninggal karena terlindas oleh kereta api
saat akan membuat pisau dari paku untuk melawan para preman yang sering
mengganggunya. Dan Susanto yang meninggal tenggelam di kolam renang.
Semasa sekolah di SR
Perwari banyak kenangan yang memberikan pelajararan bagi Ical. Ketika ia
belajar bermain bola kasti, ia tahu
bagaimana kekurangannya dalam permainan tersebut. Ia juga pernah bermain sepak
bola melawan anak-anak Gang Ampiun dengan skor telak 1-7, namun berkat gurunya
yang selalu memberi semangat mereka tetap memiliki semangat, dengan berpegang
pada prinsip bahwa hasil yang luar biasa hanya bisa dicapai dengan persiapan
yang luar biasa. Ical juga belajar Judo sesuai dengan sarang ayahnya, agar
nantinya Ical mampu menyelamatkan dirinya jika mendapat perlakuan tidak baik
dari preman yang mulai banyak bermunculan di Jakarta.
Pada 17 Agustus 1956
Ical dan kawan-kawan menjadi tim aubade pada upacara kemerdekaan. Mereka akan
menyanyikan lagu-lagu perjuangan di hadapan Presiden Soekarno. Sepulang dari
upacara tersebut, Ical ingin memiliki seragam layaknya Presiden Soekarno. Dan
diam-diam merencanakan upacara di ciparay dekat vila keluarganya. Ical bekerja
sama dengan sopir ayahnya dan penjaga vilanya. Mereka mengumpulkan anak-anak
yang ada di Ciparay untuk mengikuti upacara tersebut. Upacara tersebut
berlangsung dengan hikmat, disaksikan oleh masyarakat sekitar, serta Bakrie dan
Roosniah yang secara diam-diam menyaksikan upacara tersebut.
Bakrie dan Roosniah
juga mendidik Ical dalam hal agama, mereka mengambil guru mengaji untuk
mengajar Ical dan Odi. Pada bulan Ramadhan, Bakrie mengajak keluarga untuk
tadarrus Al-Quran setelah shalat magrib. Mereka mengajarkan kepada Ical untuk
berbagi, seperti ketika Bakrie memberikan Jas kepada seseorang, dan mengajarkan
Ical bahwa memberi sesuatu yang kita senangi kepada orang lain itu selalu
membuat kita bahagia. Dengan demikian, Ical selalu senang memberi dan membantu
temannya.
Dari kelas satu hingga
kelas lima Ical selalu mendapat peringkat pertama. Namun di perjuangan akhirnya
Ical tidak mampu mempertahankan peringkatnya, ia menduduki peringkat kedua
setelah sahabatnya Ingga, mengambil posisinya menjadi lulusan terbaik. Ical
sangat sedih mengetahui hal itu. Namun kesedihan Ical bukan karena sahabatnya Ingga yang menjadi
peringkat pertama, tetapi karena Ical tidak mampu meraih posisi itu, terlebih
lagi perbedaan angka Ical dan Ingga hanya satu angka.
Untuk mengatasi
kesedihan anaknya Bakrie mengajak keluarganya untuk berlibur ke vila mereka di
Cipanas. Di halaman vila pada malam hari, Bakrie memberikan semangat pada
anaknya untuk tidak terpuruk dalam kesedihan. Sesuai dengan nama Aburizal yang
berarti laki-laki yang melindungi, begitu pulalah harapan Bakrie dan Roosniah
agar Ical menjadi pemimpin yang pemberani. Bakrie merupakan sosok ayah yang
selalu hadir untuk mendampingi anak dalam menghadapi kehidupan ini.
Setelah diyakinkan oleh
ayahnya dengan menyebutkan beberapa orang yang menjadi bintang dalam hidupnya,
Ical mengucapkan kalimat yang membuat mata Bakrie tiba-tiba berair.
“Tapi, dari sejuta
bintang yang Papa sebutkan tadi, ada bintangf yang lupa Papa sebutkan.”
“Bintang paling terang
dalam hidup Ical adalah Papa dan Mama. Karena cahaya cinta Papa dan Mama
sehingga Ical bisa menemukan cahaya bintang-bintang lainnya.”
IV.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN NOVEL
Novel Anak Sejuta Bintang sangat baik dalam memberikan
gambaran kehidupan masa kecil Aburizal Bakrie. Novel ini sangat memberikan
inspirasi bagi pembaca. Penggambaran keluarga yang harmonis, sosok ayah yang
selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan dengan pesan-pesan yang disampaikan
pada anaknya, sosok ibu yang selalu memberikan kedamaian dengan berbagai bentuk
pengertiannya, serta sosok anak yang selalu bersemangat mengerjakan sesuatu
dengan penuh keyakinan membuat novel ini sangat menarik.
Novel ini memberikan gambaran betapa besar
pengaruh keluarga dalam perkembangan anak. Pola asuh orang tua dengan
mengedepankan potensi Tuhan, alam, keluarga, dan lingkungan sangat membantu
dalam tumbuh kembang anak. Penanaman nilai-nilai kehidupan pada anak melalui
pendekatan musyawarah yang tidak terkesan menggurui, membuat anak dapat menerimanya
dengan baik digambarkan dengan jelas dalam novel ini. Novel ini juga
menggambarkan bagaimana sosok Ical menjadi anak yang senang berbagi dan
menolong teman-temannya, hal itu Ical terapkan dari ajaran orang tuanya. Kisah
ini patut menjadi contoh bagi para orang tua untuk mendidik anak-anaknya.
Selain kelebihan novel
ini, juga terdapat kekurangan yakni penggunaan tokoh dalam novel yang terlalu
banyak. Hal ini dapat menyebabkan pembaca akan kesulitan untuk mengingat
karakter setiap tokoh. Misalnya, teman-teman Ical ketika sekolah di Taman
Kanak-Kanak dan SR Perwari yang terlalu banyak dijelaskan dalam novel. Meskipun
tokoh-tokoh tersebut berperan dalam cerita kehidupan Ical di masa kecilnya,
namun pernggunaan banyak tokoh dapat membingungkan pembaca. Selain itu, ada
beberapa cerita yang tidak dijelaskan dengan rinci, misalnya meninggalnya adik
Ical, August Alamsjah. Penyebab meninggalnya adik kedua Ical tersebut tidak
dijelaskan, hanya langsung menceritakan proses kelahiran yang normal, tiba-tiba
diceritakan anak tersebut meninggal. Padahal bagian cerita tersebut cukup
berpengaruh menggambarkan kisah keluarga Bakrie ketika mereka mengalami
keterpurukan.
V.
KESIMPULAN
Novel Anak Sejuta Bintang merupakan novel yang
memberi inspirasi yang menggambarkan peran penting keluarga bagi perkembangan
anak. Novel ini sangat baik dibaca oleh orang tua, pendidik, dan anak-anak
sebagai referensi bagi perkembangan anak, agar anak bisa menjadi pribadi yang
berbudi dan berbakti kepada orang tua serta menjadi anak yang berhasil baik
dalam keluarga maupun dalam kehidupan pribadinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar