Laman

Jumat, 18 November 2011

SEMANTIK


SEMANTIK
A.     Pengertian Semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: semantics) berasal dari bahasa Yunani sema ( kata benda yang berarti “tanda” atau “lambang”. Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melangbangkan”. Yang dimaksud dengan tanda atau lambang di sini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistic (Prancis: signe linguistique) seperti yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1996), yaitu yang terdiri dari (1) komponen yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan (2)  komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu. Kedua komponen ini merupakan tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang ditunjuk.      
Kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik.
Selain istilah semantik dalam sejarah linguistik ada pula digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, sememik, dan semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari suatu tanda atau lambang. Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya.
Berlainan dengan tataran analisis bahasa lainnya, semantik merupakan cabang linguistik yang mempunyai hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial lain seperti sosiologi dan antropologi; bahkan juga dengan filsafat dan psikologi. Sosiologi mempunyai kepentingan dengan semantik karena sering dijumpai kenyataan bahwa penggunaan  kata-kata tertentu untuk mengatakan sesuatu makna dapat menandai identitas kelompok dalam masyarakat. Kata uang dan duit memiliki “makna” yang sama, tetapi penggunaannya dapat menunjukkan identitas kelompok yang menggunakannya. Begitu juga dengan penggunaan kata besar dan gede; atau kata wanita dan cewek. Sedangkan antropologi berkepentingan dengan semantik, antara lain, karena analisis makna sebuah bahasa dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya pemakainya.
Dalam analisis semantik harus juga disadari karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya maka analisis semantik suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Bahasa itu adalah produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa yang bersangkutan.
Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu “yang menandai” dan “yang ditandai” berhubungan sebagai satu lawan satu, artinya, setiap tanda linguistik hanya memiliki satu makna.  Adakalanya hubungan itu berlaku sebagai satu lawan dua atau lebih; bisa juga sebagai dua atau lebih lawan satu.
Contoh: 1) becak        ‘kendaraan umum tak bermotor beroda tiga’
        2) pacar         ‘inai’
                                ‘kekasih’
        3) buku           ‘lembaran kertas berjilid’
             kitab
selain itu dalam bahasa yang penuturnya terdiri dari kelompok-kelompok yang mewakili latar belakang budaya, pandangan hidup, dan status sosial yang berbeda, maka makna sebuah kata bisa menjadi berbeda atau memiliki nuansa makna yang berlainan.   
B.     Sejarah Semantik
Perkembangan mengenai semantik dalam sejarah studi bahasa. Aristoteles (384-322 SM) menggunakan istilah makna, yaitu (1) makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom (makna leksikal), dan (2) makna yang hadir sebagai akibat terjadinya proses gramatika (makna gtramatikal). Plato (429-347 SM), dalam Cratylus juga menyatakan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara implisit juga mengandung makna-makna tertentu. 
Pada tahun 1825 C. Chr. Reisig, seorang sarjana Jerman, mengemukakan konsep baru mengenai gramatika. Dia mengatakan gramatika itu terdiri dari tiga unsur utama, yaitu:
(1)   Semasiologi, studi tentang tanda,
(2)   Sintaksis, studi tentang susunan kalimat, dan
(3)   Etimologi, studi tentang asal usul kata, perubahan bentuk kata, dan perubahan makna.
Menjelang akhir abad XIX Michel Breal seorang sarjana Prancis dalam karangannya Essai de Semantique telah dengan jelas menggunakan istilah semantik dan menyebutkan bahwa semantik adalah suatu bidang ilmu yang baru.
Tokoh tata bahasa transformasi, Noam Chomsky, dalam bukunya Aspect of the Theory of Syntax (1965) dia menyebutkan bahwa semantik merupakan salah satu komponen dari tata bahasa (dua komponen lain adalah sintaksis dan fonologi); dan arti kalimat sangat ditentukan oleh komponen semantik. Menjelang akhir 60-an sejumlah linguis bekas murid dan pengikut Chomsky mendirikan aliran tersendiri yang terkenal dengan nama kaum semantik generative.   
Pembicaraan khusus mengenai semantik bahasa Indonesia sejauh ini yang ada barulah dari Slametmulyana (1964) dan D.P. Tampubolon (1979). Sedangkan yang dibuat Mansur Pateda (1986) dan Aminuddin (1988) adalah bersifat umum teoretis ilmiah.
C.     Manfaat Semantik
Manfaat yang dapat kita petik dari studi semantik sangat tergantung dari bidang apa yang kita geluti dalam tugas kita sehari-hari. Bagi seorang wartawan, seorang reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia persuratkabaran dan pemberitaan, mereka barangkali akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik. Pengetahuan semantik akan memudahkannya dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat umum. Tanpa pengetahuan akan konsep-konsep polisemi, homonimi, denotasi, konotasi, dan nuansa-nuansa makna tentu akan sulit bagi mereka untuk dapat menyampaikan informasi secara tepat dan benar.
Bagi mereka yang berkecimpung dalam penelitian bahasa, seperti mereka yang belajar di Fakultas Sastra, pengetahuan semantik akan banyak memberi bekal teoretis kepadanya untuk dapat menganalisis bahasa atau bahasa-bahasa yang sedang dipelajarinya. Sedangkan bagi seorang guru atau calon guru, pengetahuan mengenai semantik, akan memberi manfaat teoretis dan juga manfaat praktis. Manfaat teoretis karena dia sebagai guru bahasa harus pula mempelajari dengan sungguh-sungguh akan bahasa yang diajarkannya. Teori-teori semantik ini akan menolongnya memahami dengan lebih baik “rimba belantara rahasia” bahasa yang akan diajarkannya itu. Sedangkan manfaat praktis akan diperolehnya berupa kemudahan bagi dirinya dalam mengajarkan bahasa itu kepada murid-muridnya.
Bagi orang awam, pengetahuan yang luas akan teori semantik tidaklah diperlukan. Tetapi pemakaian dasar-dasar semantik  tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia di sekelilingnya yang penuh dengan  informasi dan lalu lintas kebahasaan. Semua informasi yang ada di sekelilingnya, dan yang juga harus mereka serap, berlangsung melalui bahasa, melalui dunia lingual. Sebagai manusia bermasyarakat tidak mungkin mereka bisa hidup tanpa memahami alam sekeliling mereka yang berlangsung melalui bahasa.        
D.   Hubungan Semantik dengan Disiplin Ilmu Lain
Kedudukan serta objek studi semantik, yaitu makna dalam keselururhan sistematika bahasa. Tidak semua tataran bahasa memiliki masalah semantik. Leksikon dan morfologi memiliki, tetapi fonetik tidak.
Beberapa jenis semantik, yang dibedakan berdasarkan tataran atau bagian dari bahasa itu yang menjadi objek penyelidikannya. Kalau yang menjadi objek penyelidikannya adalah leksikon dari bahasa itu maka jenis semantiknyan disebut semantik leksikal. Dalam semantik leksikal ini diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem dari bahasa tersebut. Oleh karena itu, makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Leksem adalah istilah yang lazim digunakan dalam studi semantik untuk menyebut satuan-satuan bermakna
Sebagai satuan semantik, leksem dapat berupa sebuah kata dapat juga berupa gabungan kata. Kumpulan dari leksem suatu bahasa disebut leksikon; sedangkan kumpulan kata-kata dari suatu bahasa disebut leksikon atau kosa kata. Dalam studi morfologi leksem ini sering diartikan sebagai satuan abstrak yang setelah melalui  proses morfologi akan membentuk kata.
Pada tataran fonetik tidak ada semantik karena fon yang menjadi satuan dari fonetik tidak memiliki makna. Karena tidak ada objek studinya maka tentu saja tidak ada ilmunya. Pada tataran fonologi (atau fonemik) pun tidak ada semantik karena, walaupun fonem yang menjadi satuan dalam studi fonemik mempunyai fungsi untuk membedfakan makna kata, tetapi fonem itu sendiri tidak bermakna.
Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan sintaksis. Pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yaitu yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut.
Semantik sintaksial sasaran penyelidikannya tertumpu pada hal-hal yang berkaitan dengan sintaksis, mengingat dalam sintaksis ada tataran bawahan yang disebut (a) fungsi gramatikal, (b) kategori gramatikal, dan (c) peran gramatikal. Semantik kalimat membicarakan hal-hal seperti topikalisasi kalimat. Semantik maksud berkenaan dengan pemakaian bentuk-bentuk gaya bahasa. Verhaar (1978: 130).          

1 komentar:

  1. terimakasih atas bantuannya , sehingga dpat mempermudahkan kami untuk memahami apa itu semantik

    BalasHapus