Laman

Jumat, 21 Juni 2013

Resensi Novel 'Anak Sejuta Bintang'

I.        IDENTITAS NOVEL
Judul                           : ANAK SEJUTA BINTANG
Jenis Novel                  : Fiksi Biografis
Penulis                         : Akmal Nasery Basral
Penerbit                       : Exposé
Cetakan ke                  : II (Dua)
Tahun Terbit                : Februari 2012
Jumlah Halaman          : 405 halaman
No. ISBN                    : 9786029907223

II.     IDENTITAS PENULIS
Akmal Nasery Basral lahir di Jakarta, 28 April 1968 dari pasangan Basral Sutan Ma’ruf dan Asmaniar yang berasal dari Minangkabau. Dari pernikahannya dengan Sylvia, Akmal dikaruniai tiga orang putri: Jihan, Aurora, dan Ayla. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 8 Jakarta, ia melanjutkan pendidikannya di Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Sebagai seorang sastrawan, Akmal Nasery Basral telah menghasilkan beberapa karya sastra, di antaranya novel Imperia (2005), Ada Seseorang di Kepalaku yang Bukan Aku (kumpulan cerpen), Nagabonar Jadi 2, Sang Pencerah (2010), Presiden Prawiranegara, Batas, dan Simfoni Untuk Negeri: Twilite Orchestra dan Magenta Orchestra (non-fiksi). Untuk tahun 2012 selain novel Anak Sejuta Bintang, karay yang akan terbit adalah novel sejarah Napoleon dari Tanah Rencong dan novel Biografis tentang ulama-sastrawan Buya Hamka.



III. SINOPSIS
Novel Anak Sejuta Bintang merupakan novel tentang masa kecil Aburizal Bakrie. Ical (sapaan kecil Aburizal Bakrie) merupakan anak sulung dari Ahmad Bakrie dan Roosniah. Saat Ical masih kecil, ia dan keluarnya tinggal di Emma Laan, Jakarta Timur. Ical memiliki tiga adik kandung yakni Odi, Nirwan, dan Indra. Ical juga tinggal bersama kerabatnya Hajja Rafiah dan Tati.
Keluarga Bakrie merupakan keluarga yang terbuka, hangat, dan demokratis. Segala hal dalam keluarga tersebut dibicarakan dengan baik, membuat keluarga tersebut terlihat begitu bahagia. Bakrie merupakan seorang pengusaha yang memiliki prinsip bahwa pengusaha tidak boleh mendekat pada penguasa. Ia juga sangat menghargai hubungan persahabatan, karena menurutnya selain keluarga, sahabat juga mempunyai peran jika mendapat masalah. Keluarga Bakrie juga pernah mengalami kebangkrutan di perusahaan Bakrie & Brothers, namun mereka berhasil melewatinya dengan membangun kembali dari nol.   
Ical tumbuh dalam lingkungan keluarga yang berkecukupan. Namun, hal itu tidak membuatnya menjadi anak yang manja. Justru ia sering mengalami kekalahan dan pernah pula mengalami penolakan. Kehadiran keluarganya yang selalu mendengarkan cerita dan keluhannya serta memberi semangat menghadapi hidup ini membuatnya menjadi pribadi yang kuat dan pantang menyerah.
Ical sangat menyukai Barongsai, kesenangannya pun bertambah ketika diajak oleh ayahnya ke acara malam Cap Lak Meh di usianya sekitar tiga tahun lebih.
Disaat Bakrie dan Roosniah merancang untuk membeli vila dan rumah musibah menimpa keluarga tersebut. Kebahagiaan meluap-luap yang dialami pasangan muda itu tak berlangsung lama. Derita yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, seketika datang menghampiri. Malaikat maut menjemput anak ketiga mereka yang diberi nama August Alamsjah beberapa saat setelah anak tersebut lahir. Peristiwa itu menyebabkan Bakrie dan Roosniah yang berumur 34 dan 24 tahun sangat terpukul. Semangat Bakrie untuk bekerja di perusahaan berkurang.
Belum hilang luka karena kepergian anak ketiganya, Ical dan Odi terserang penyakit Asma. Mereka mengobati anak-anaknya dengan menyewa vila di Cipanas agar Ical dan Odi dapat menghirup udara segar dan bebas dari polusi.
Pada awal November 1951, Roosniah kembali melahirkan seorang anak yang diberi nama Nirwan Dermawan Bakrie. Di tahun yang sama Ical memasuki Taman Kanak-Kanak Perwari. Ical tidak terlalu suka dengan pelajaran bernyanyi, ia lebih senang dengan pelajaran berhitung.
Ical mendapat banyak teman yang umumnya berasal dari keluarga yang memiliki hubungan politik kuat dengan PSI (Partai Sosialis Indonesia) atau Masjumi (Majelis Sjuro Muslimin Indonesia). Beberapa teman Ical antara lain Lingga Kusuma Karim (putra Direktur BNI, Mr. Abdul Karim); Maher Algadrie (putra Hamid Algadrie, tokoh PSI, pendiri Partai Arab-Indonesia); Adian Harahap (putra tunggal Borail Harahap, salah seorang pelaku pemberontakan awak kapal Indonesia); Lukmanul Hakim (putra Hasan Sutan Mudo, pernah menjadi Wakil Kepala Penjara Cipinang); Meutia, Gemala, Halida (putri Wakil Presiden RI, Bung Hatta); Aisyah, Salvyah, dan Chalid Prawiranegara (anak dari Mr. Sjafruddin Prawiranegara, pernah menjabat sebagai Presiden De Javasche Bank, saat ini Bank Indonesia); Imral ‘Al’ Chair (putra Dokter Ramli, saudara Mr. Abdul Karim).
Teman Ical yang lain adalah Damiyanti Roosseno, Dewi Arkowati, Hendarmo “Bibot” Hendarmin,  Nuty Yulinda, Rohana Situmeang, Rudolf “Edo” Sigarlaki, Yunanda “Upik” dan Zulkarnain “Ucok” Hazairin.
Tahun 1952, Ical masuk Sekolah Rakyat Perwari. Di sekolah itu, hampir tiap tahun ajaran baru ada murid baru. Selain mendapat teman baru Ical juga kehilangan dua temannya selama bersekolah di SR Perwari. Lembu yang meninggal karena terlindas oleh kereta api saat akan membuat pisau dari paku untuk melawan para preman yang sering mengganggunya. Dan Susanto yang meninggal tenggelam di kolam renang.
Semasa sekolah di SR Perwari banyak kenangan yang memberikan pelajararan bagi Ical. Ketika ia belajar bermain bola  kasti, ia tahu bagaimana kekurangannya dalam permainan tersebut. Ia juga pernah bermain sepak bola melawan anak-anak Gang Ampiun dengan skor telak 1-7, namun berkat gurunya yang selalu memberi semangat mereka tetap memiliki semangat, dengan berpegang pada prinsip bahwa hasil yang luar biasa hanya bisa dicapai dengan persiapan yang luar biasa. Ical juga belajar Judo sesuai dengan sarang ayahnya, agar nantinya Ical mampu menyelamatkan dirinya jika mendapat perlakuan tidak baik dari preman yang mulai banyak bermunculan di Jakarta.
Pada 17 Agustus 1956 Ical dan kawan-kawan menjadi tim aubade pada upacara kemerdekaan. Mereka akan menyanyikan lagu-lagu perjuangan di hadapan Presiden Soekarno. Sepulang dari upacara tersebut, Ical ingin memiliki seragam layaknya Presiden Soekarno. Dan diam-diam merencanakan upacara di ciparay dekat vila keluarganya. Ical bekerja sama dengan sopir ayahnya dan penjaga vilanya. Mereka mengumpulkan anak-anak yang ada di Ciparay untuk mengikuti upacara tersebut. Upacara tersebut berlangsung dengan hikmat, disaksikan oleh masyarakat sekitar, serta Bakrie dan Roosniah yang secara diam-diam menyaksikan upacara tersebut.
Bakrie dan Roosniah juga mendidik Ical dalam hal agama, mereka mengambil guru mengaji untuk mengajar Ical dan Odi. Pada bulan Ramadhan, Bakrie mengajak keluarga untuk tadarrus Al-Quran setelah shalat magrib. Mereka mengajarkan kepada Ical untuk berbagi, seperti ketika Bakrie memberikan Jas kepada seseorang, dan mengajarkan Ical bahwa memberi sesuatu yang kita senangi kepada orang lain itu selalu membuat kita bahagia. Dengan demikian, Ical selalu senang memberi dan membantu temannya. 
Dari kelas satu hingga kelas lima Ical selalu mendapat peringkat pertama. Namun di perjuangan akhirnya Ical tidak mampu mempertahankan peringkatnya, ia menduduki peringkat kedua setelah sahabatnya Ingga, mengambil posisinya menjadi lulusan terbaik. Ical sangat sedih mengetahui hal itu. Namun kesedihan Ical  bukan karena sahabatnya Ingga yang menjadi peringkat pertama, tetapi karena Ical tidak mampu meraih posisi itu, terlebih lagi perbedaan angka Ical dan Ingga hanya satu angka.
Untuk mengatasi kesedihan anaknya Bakrie mengajak keluarganya untuk berlibur ke vila mereka di Cipanas. Di halaman vila pada malam hari, Bakrie memberikan semangat pada anaknya untuk tidak terpuruk dalam kesedihan. Sesuai dengan nama Aburizal yang berarti laki-laki yang melindungi, begitu pulalah harapan Bakrie dan Roosniah agar Ical menjadi pemimpin yang pemberani. Bakrie merupakan sosok ayah yang selalu hadir untuk mendampingi anak dalam menghadapi kehidupan ini.
Setelah diyakinkan oleh ayahnya dengan menyebutkan beberapa orang yang menjadi bintang dalam hidupnya, Ical mengucapkan kalimat yang membuat mata Bakrie tiba-tiba berair.
“Tapi, dari sejuta bintang yang Papa sebutkan tadi, ada bintangf yang lupa Papa sebutkan.”
“Bintang paling terang dalam hidup Ical adalah Papa dan Mama. Karena cahaya cinta Papa dan Mama sehingga Ical bisa menemukan cahaya bintang-bintang lainnya.”
           
IV. KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN NOVEL
Novel Anak Sejuta Bintang sangat baik dalam memberikan gambaran kehidupan masa kecil Aburizal Bakrie. Novel ini sangat memberikan inspirasi bagi pembaca. Penggambaran keluarga yang harmonis, sosok ayah yang selalu mengajarkan nilai-nilai kehidupan dengan pesan-pesan yang disampaikan pada anaknya, sosok ibu yang selalu memberikan kedamaian dengan berbagai bentuk pengertiannya, serta sosok anak yang selalu bersemangat mengerjakan sesuatu dengan penuh keyakinan membuat novel ini sangat menarik.
Novel ini memberikan gambaran betapa besar pengaruh keluarga dalam perkembangan anak. Pola asuh orang tua dengan mengedepankan potensi Tuhan, alam, keluarga, dan lingkungan sangat membantu dalam tumbuh kembang anak. Penanaman nilai-nilai kehidupan pada anak melalui pendekatan musyawarah yang tidak terkesan menggurui, membuat anak dapat menerimanya dengan baik digambarkan dengan jelas dalam novel ini. Novel ini juga menggambarkan bagaimana sosok Ical menjadi anak yang senang berbagi dan menolong teman-temannya, hal itu Ical terapkan dari ajaran orang tuanya. Kisah ini patut menjadi contoh bagi para orang tua untuk mendidik anak-anaknya.
Selain kelebihan novel ini, juga terdapat kekurangan yakni penggunaan tokoh dalam novel yang terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan pembaca akan kesulitan untuk mengingat karakter setiap tokoh. Misalnya, teman-teman Ical ketika sekolah di Taman Kanak-Kanak dan SR Perwari yang terlalu banyak dijelaskan dalam novel. Meskipun tokoh-tokoh tersebut berperan dalam cerita kehidupan Ical di masa kecilnya, namun pernggunaan banyak tokoh dapat membingungkan pembaca. Selain itu, ada beberapa cerita yang tidak dijelaskan dengan rinci, misalnya meninggalnya adik Ical, August Alamsjah. Penyebab meninggalnya adik kedua Ical tersebut tidak dijelaskan, hanya langsung menceritakan proses kelahiran yang normal, tiba-tiba diceritakan anak tersebut meninggal. Padahal bagian cerita tersebut cukup berpengaruh menggambarkan kisah keluarga Bakrie ketika mereka mengalami keterpurukan.

V.     KESIMPULAN

Novel Anak Sejuta Bintang merupakan novel yang memberi inspirasi yang menggambarkan peran penting keluarga bagi perkembangan anak. Novel ini sangat baik dibaca oleh orang tua, pendidik, dan anak-anak sebagai referensi bagi perkembangan anak, agar anak bisa menjadi pribadi yang berbudi dan berbakti kepada orang tua serta menjadi anak yang berhasil baik dalam keluarga maupun dalam kehidupan pribadinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar