Kemarin saya membaca sebuah tulisan yang menyatakan
bahwa menulis itu dimulai dari hal yang sederhana. Maka, hari ini saya akan
menulis sebuah pengalaman yang baru sja saya dapatkan.
Hari ini saya dan teman-teman mengikuti mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran. Dosen kami yang akrab disapa 'Ka Erwin' menayangkan
sebuah video sebagai penutup pembelajaran hari ini. Video yang membuat air mata
saya hampir menetes di pipi. Meski saya menyaksikannya dengan tertawa namun
mata ini keluar dari kendali. Padahal maksud saya tertawa untuk menahan air
mata ini keluar. Tapi, hal itu tidak berpengaruh pada mata ini. Mata ini
mengeluarkan butir-butir air yang membuat saya tidak lagi sanggup untuk
menengadahkan kepala saya.
Ya, video itu hanya beberapa menit, tapi mampu membuat
seisi kelas terdiam menyaksikan dengan keharuan. Video tersebut berjudul Ayah,
Anak, dan Burung. Saya akan sedikit menggambarkan isi video tersebut
Suatu hari seorang ayah dan anak duduk di taman depan
rumah. Sang anak sedang membaca koran dan Sang ayah sedang memandangi
sekitarnya. Tiba-tiba ada seekor burung yang hingga di salah satu tanaman di
taman tersebut. Sang ayah pun bertanya "Apa itu?". Kemudian Si anak
menjawab "Itu adalah burung pipit". Beberapa saat kemudian burung tersebut
berpindah tempat sang ayah kembali bertanya pada anaknya dengan pertanyaan yang
sama, si anak pun kembali menjawabnya. Tidak lama setelah itu, si ayah kembali
bertanya dengan pertanyaan yang sama. Sang anak pun menjawab dengan nada yang
lebih tinggi dan mengeluarkan kata-kata yang sedikit kasar. Si ayah tetap diam
dengan ekspresi orang tua pada umumnya yang mendapat perlakuan demikian oleh
anaknya.
Setelah itu, sang ayah meninggalkan tempat duduknya,
menuju ke dalam rumah. Beberapa saat kemudian, sang ayah kembali ke taman dan
memperlihatkan sebuah buku catatan kepada anaknya. Perlahan ia membuka buku
catatan itu dan menyuruh anaknya untuk membacanya keras-keras. sang anak pun
mulai membaca isi dari buku catatan tersebut, yang kira-kira isinya seperti
kalimat berikut "Suatu hari saya duduk bersama anak saya di taman seperti
hari. 21 tahun lalu saya duduk di taman bersama anak saya yang masih berumur
tiga tahun. Pada waktu itu, anak saya bertanya mengenai seekor burung sebanyak
21 kali, dan saya terus menjawabnya sebanyak 21 kali dengan sabar". Setelah membaca buku
catatan tersebut sang anak memeluk ayahnya dengan rasa penyesalannya.
Dari video tersebut, dosen saya mengatakan agar kami
selalu menghargai orang tua kami.
Hari ini, saya mendapat pelajaran dari sebuah video. Meski
itu bukan hal yang baru, tapi mampu mengingatkan hal sepele yang telah kita
lakukan pada orang tua kita. Mungkin bukan hanya saya, mungkin memang hal
sepele, tapi sering kita abaikan untuk terus menghargai orang tua kita.
Bagaimana pun tingginya pendidikan seseorang, tetap saja penghargaan kepada
orang tua harus didahulukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar